Dalam rangka peringatan Hadeging Kadipaten Pakualaman ke-212 tahun, kembali di selenggarakan Sayembara Macapat untuk memperebutkan Trophy bergilir bertajuk Paku Alam Cup VI. Acara ini bertempat di bangsal sewatama dan gedung danawara, acara tersebut berlangsung selama 3 hari dari tanggal 26 hingga 28 januari 2018. M.L. Citropanambang selaku ketua koordinator menuturkan bahwa "Macapat adalah seni suara, diadakan Lomba Macapat bertujuan untuk menyampaikan kepada masyarakat petuah-petuah atau nasehat yang tersimpan di dalam naskah, dan di dalam naskah itu terdapat nasehat yang dalam khas Pakualam adalah ideologi" Acara yang diikuti oleh 155 peserta umum dan 77 Peserta pelajar, dibagi menjadi 2 kategori pelajar dan umum, dalam acara tersebut para peserta diwajibkan untuk membawakan tembang sinom, kinanti, serta Asmaradana. Penilaian meliputi dasar suara , teknik cengkok, unggah – ungguh, serta busana peserta. Salah satu peserta sayembara mac
Jamasan pusaka merupakan suatu kegiatan yang pada intinya adalah membersihkan / mencuci benda-benda berharga yang dimiliki keraton agar bersih. Bersih dari debu, maupun karat/kerak yang menempel pada benda-benda tersebut. Yang dimaksud benda-benda pusaka tidak hanya berupa senjata seperti keris atau tombak bisa juga benda-benda lain yang dianggap mempunyai nilai tinggi(non-materi)/bersejarah oleh pihak keraton. Tetapi pada umumnya prosesi jamasan didominasi berupa tombak dan keris. Kenapa dibersihkan???karena sebetulnya didalam keris terdapat nilai seni yang sangat indah, yaitu pamor. Atau secara awam dapat dikatakan ukiran-ukiran yang terbentuk di batang besi keris. Pamor keris ini biasanya akan terlihat lebih mengesankan jika setelah dibersihkan.(pengalaman pribadi dari koleksi keris yang dimiliki ayahanda, akan terlihat nilai seni dari pamor setelah dijamasi). Selain itu, kenapa dibersihkan?karena benda-benda tersebut merupakan peninggalan leluhur yang senantiasa akan selalu dikenang untuk generasi berikutnya sehingga perlu dirawat dan perawatannya pun perlu dengan metode khusus atau tidak setiap saat, dikarenakan benda-benda tersebut sudah berusia puluhan tahun bahkan mungkin sudah ratusan tahun. Perlakuan dan perawatan secara khusus biasanya memang lazim untuk benda-benda yang masuk kategori kuno apapun itu bentuknya (fosil, karya-karya sastra, lukisan, kitab suci dll).
BalasHapusSecara maknawi prosesi jamasan pusaka dalam hal ini keris, sebetulnya merupakan penggambaran pembersihan jiwa dari seorang manusia. Diibaratkan warangka keris (wadah) merupakan badan/wadag manusia sedangkan bilah keris merupakan jiwa. prosesi jamasan ini mengingatkan kita untuk senantiasa melakukan pembersihan ruhani dengan berbagai kegiatan keagamaan yang kita yakini masing-masing. Sehingga kegiatan ini mendorong kita untuk selalu dekat dengan Sang Khalik, dengan demikian semakin dekat kita kepada Sang Khalik akan memudahkan kita untuk mendengarkan hati nurani/hati sanubari kita. Hal inilah yang senantiasa membuat jiwa manusia diliputi nur illahiah sehingga menghasilkan budi luhur (akhlaqul karimah) dan ini akan tercermin dalam polah/tindak-tanduk/perilaku yang dihasilkan oleh tubuh/badan/wadag seorang manusia. Dalam istilah jawa dikenal dengan istilah Curiga Manjing Warangka (jiwa yang berada didalam badan jasmani). Sehingga kegiatan jamasan pusaka ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat, untuk melakukan “jamasan” bagi dirinya sendiri dan inilah “berkah” yang diharapkan, bukan untuk datang dan memperebutkan air sisa jamasan pusaka dengan harapan akan menjadi berkah, apalagi jimat(istighfar…istighfar..eling-eling..sedaya daya lan kekiyatan punika namung Kagunganipun Gusti Allah..La Haula Wala Quwwata Illa Billah..).
Gunungan
Prosesi gunungan biasanya ditemui pada acara Sekatenan yang diselenggarakan oleh Keraton Kasultanan Yogyakarta maupun Keraton Kasunanan Surakarta. Prosesi gunungan dikenal dengan acara Grebeg Maulud. Acara sekaten yang ada di Surakarta dan Yogyakarta merupakan peninggalan dari zaman Kerajaan Demak. Pada awalnya acara sekaten diselenggarakan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, oleh Sunan Kalijaga kegiatan pesta rakyat tersebut disisipi dengan kegiatan syi’ar yaitu menarik rakyat Demak yang belum memeluk Islam untuk di ajak bergabung masuk Islam. Kegiatan tersebut dikenal dengan Syahadatain yang dilaksanakan saat Maulid Nabi Muhammad SAW. Seiring dengan berjalannya waktu acara Syahadatainini dikenal dengan Sekaten seperti yang kita kenal saat ini.